Kamis, 25 Maret 2021

COACHING


Definisi: bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.

Empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

  1. keterampilan membangun dasar proses coaching
  2. keterampilan membangun hubungan baik

  3. keterampilan berkomunikasi

  4. keterampilan memfasilitasi pembelajaran

perbedaan

mentoring  
suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya.

konseling   
hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:
1) Hubungan saling mempercayai
2) Menggunakan data yang benar
3) Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
4) Rencana tindak lanjut atau aksi

4 aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita:
1.   Komunikasi asertif
2.   Pendengar aktif
3.   Bertanya efektif
4.   Umpan balik positif


Model coaching

1. TIRTA

Tirta di ambil dr satu model coaching yg terkenal yaitu GROW

 GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. 

Kemudian kita kenal dg nama TIRTA

T        : Tujuan
I         : Identifikasi
R        : Rencana aksi
TA      : Tanggung jawab


Erpadellah CGP Palembang
SMAN SUMSEL

Continue reading

Selasa, 23 Maret 2021

Makna filosofis gerak tari tanggai

 


MAKNA FILOSOFIS YANG TERKANDUNG DALAM GERAK TARI TANGGAI

SUMATERA SELATAN

 



 

DISUSUN OLEH :

 

ALIYA SAFIYAH | XI SCIENCE 2

ANGEL PRATICYA | XI SCIENCE 3

BALKIS SEKAR PUTRI | XI SCIENCE 3

MESSY RAISYA | XI SCIENCE 3

RAMADHANI SELA | XI SOCIAL

 

GURU PEMBIMBING : IBU ERPADELLAH

 

SMA NEGERI SUMATERA SELATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Sumatera Selatan merupakan daerah yang mempunyai banyak sekali kesenian. Kesenian yang berkembang di Sumatera Selatan sudah ada sejak masa kerajaan yang pernah berada di wilayah tersebut yaitu kerajaan Sriwijaya. Kesenian tersebut diantaranya ada teater, music dan tari yang tersebar di setiap daerah yang ada di Sumatera Selatan. Salah satu kesenian yang selalu mengalami perkembangan adalah seni tari. Hampir di setiap daerah di Sumatera Selatan mempunyai tari penyambutan. Tari untuk menyambut tamu memang sudah ada sejak masa kolonial, dimana para penari merupakan para putrid dari kerajaan atau putrid dari para bangsawan saat itu, dan gerakan yang dilakukan masih sangat sederhana dan belum tersusun. Tari penyambutan tersebut biasanya menggunakan tepak dan kuku palsu sebagai hiasan ditangan yang biasa disebut dengan Tanggai.

 

Tari Tanggai ditarikan oleh para perempuan dan berjumlah ganjil. Berjumlah ganjil dikarenakan pencipta tari mengambil konsep rasan tuo, dimana salah seorang penari menjadi primadona. Musik yang dipakai adalah musik melayu yang terdiri dari beberapa instrument seperti akordeon, biola, kendang, rebana dan orgen tunggal. Busana yang digunakan pada tari Tanggai adalah aesan gedeh yaitu busana kebesaran yang dipakai oleh putra-putri bangsawan, dan kemudian dipakai dalam tari gending Sriwijaya dan Tari Tanggai karena ingin menunjukkan identitas kota Palembang yang merupakan peninggalan kerajaan besar, serta ingin melestarikan budaya dan peninggalan terdahulu. Gerakan-gerakan yang ada pada tari Tanggai secara keseluruhan adalah gerakan mudra yaitu gerakan penyerahan diri kepada yang Maha Kuasa.

Saat ini, tarian dari Sumatera Selatan telah banyak dipentaskan, dan salah satunya ialah tari tanggai. Baik untuk pertunjukkan ataupun untuk penyambutan tamu penting dalam acara resmi di kota Palembang. Namun, tidak semua orang betul-betul tahu dan memahami serta mengerti makna dari setiap gerakan yang ada. Oleh karena itu, kami membuat jurnal ilmiah dengan tujuan untuk mencari tahu makna yang ada di balik setiap gerakan dalam tari tanggai. Agar sekiranya tidak ada kesalah pahaman dan sekiranya dapat menjadi acuan dalam pengingat gerakan.


1.1  RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam jurnal ini adalah sebagai berikut :

            1.      Apa saja gerakan-gerakan yang ada dalam tari tanggai?

            2.      Apa makna dari gerakan-gerakan dalam tari tanggai?

1.2  TUJUAN

Tujuan dari dibuatnya jurnal ini adalah sebagai berikut :

1.      Apa saja gerakan-gerakan yang ada dalam tari tanggai?

2.      Apa makna dari gerakan-gerakan dalam tari tanggai?


BAB II

METODE PENELITIAN

 

1.1  Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti, sehingga berkaitan dengan persepsi, ide, pendapat atau kepercayaan, yang tidak dapat diukur dengan angka. Sedangkan Moleong (2010:6) menegaskan bahwa penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.

1.2  Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2021. Penelitian ini dilaksanakan di sanggar tari. Penulis melakukan penelitian di sebuah sanggar tari karena mengingat bahwasanya pengajar di sanggar tari tersebut telah menyalurkan dan memperkenalkan gerakan-gerakan tari tanggai ke banyak orang. Sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk mendapatkan informasi yang akurat.

2.3 Teknik Pengumpulan Data

2.3.1 Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Penulis menggunakan pedoman wawancara terstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci.

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pengajar tari yang berasal dari salah satu sanggar tari di Palembang. Informan diharapkan dapat memberikan keterangan mendalam tentang macam-macam jenis dan makna gerakan pada tari tanggai. Sasaran Wawancara adalah pengajar tari yang telah mengajarkan tari tanggai kepada pelajar-pelajar ataupun golongan masyarakat lainnya.

2.3.2 Kajian Literatur

Metode pengumpulan data yang digunakan selanjutnya ialah dengan memperoleh informasi dari kajian literature. Mencari dari materi tertulis yang penting dan berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,catatan harian dan sebagainya. Dalam penelitian ini, penulis menelaah buku ataupun blog mengenai refrensi gerak pada tari tanggai yang berasal dari Palembang.

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

1.1  Pengertian

Tari tanggai adalah sebuah tarian yang disajikan untuk menyambut tamu yang telah memenuhi undangan. Tari tanggai biasanya dipertontonkan dalam acara pernikahan adat daerah Palembang. Tari tanggai menggambarkan keramahan, dan rasa hormat masyarakat Palembang atas kehadiran sang tamu dan dalam tari ini tersirat sebuah makna ucapan selamat datang dari orang yang mempunyai acara kepada para tamu.

Tari tanggai memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya adalah Tari tanggai dibawakan oleh 5 orang sedangkan tari Gending Sriwijaya dibawakan oleh 9 orang dan perlengkapan penari Gending Sriwijaya lebih lengkap dibandingkan dengan Tari tanggai. Penari tari Tanggai menggunakan pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urat atau ramai, tajuk cempako, kembang goyang dan tanggai yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga dan kerana tanggai yang dipakai penari, maka tari ini dinamakan tari tanggai.

Tari ini merupakan perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah sehingga penari kelihatan lebih anggun. Kelenturan gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah memberikan penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan harmoni lagu pengiring yang berjudul “enam bersaudara” melambangkan keharmonisan hidup masyarakat Palembang.

Pada zaman sekarang, tari tanggai selain dipertontonkan dalam acara pernikahan masyarakat Palembang,tari ini juga dipertontonkan dalam acara-acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah. Sanggar-sanggar seni di kota Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan kemewahan pakaian adat Sumatra Selatan.

 

1.2  Hasil Penelitian

Adapun makna dari setiap gerakan-gerakan dalam tari tanggai, yaitu :

 

3.2.1 Gerak Ulur Benang

Gerak Ulur Benang merupakan representatasi dari salah satu kegiatan yang dilakukan oleh  para perempuan Palembang pada saat menjahit atau menenun dengan cara menarik atau mengulur benang. Gerak ulur benang melambangkan kegiatan masyarakat kota Palembang khusunya perempuan yang pekerjaan sehari-harinya adalah menyulam dan menenun dan kegiatan tersebut berhubungan dengan tali atau benang.

 

3.2.2 Gerak Tabur

Kegiatan menabur atau menyebar bisa dilakukan oleh siapapun. Menabur bisa memiliki banyak arti, tetapi gerak tabor pada tari tanggai mempunyai pemaknaan sendiri oleh pencipta tentang gerak menabur yaitu menaburkan agama atau makna secara umum yaitu menaburkan kebaikan yang kita terima dari sang mahakuasa, dengan membagikannya kepada sesama.

 

3.2.3 Gerak Memohon

Adalah meminta dengan hormat berharap supaya dapat sesuatu.Seperti namanya gerak memohon adalah gerak ketika kita meminta sesuatu. Mempunyai makna memohon semua hal yang baik dari sang mahakuasa. Di dalam masyarakat Palembang adalah manusia yang berketuhanan, sehingga dalam hal ini manusia selalu dituntut untuk selalu berserah diri dan beribadah kepada TuhanYang Maha Esa

 

3.2.4 Gerak Suri

Suri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sisir. Jadi bersuri adalah menyisir rambut. Sebagaimana adanya tuntutan kepada seorang wanita untuk menjaga kehormatan diri, sehingga sudah sepantasnya mendapat perlindungan lebih, dimana di dalam mayaraka t Palembang wanita lebih banyak dipingit di dalam rumah ketimbang beraktivitas diluar rumah. Mempercantik diri merupakan tuntutan dan kewajiban yang dilakukan oleh wanita sebagai berntuk perwujudan wanita Palembang yang cantik lahir dan batin, dimana jika hal ini tidak dilakukan dianggap kurang sopan.

 

3.2.5 Gerak Elang terbang

Elang terbang merupakan gerak yang menirukan perilaku hewan yaitu burung elang yang sedang terbang dengan membentangkan kedua tangannya. Gerak ini melambangkan bahwa manusia harus selalu tangkas dalam segala sesuatu dan setiap kehidupan mahluk hidup akan menggantungkan hidup dengan alam yang menyediakan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu tidak hanya laki-laki tetapi perempuan juga dituntut tangkas dalam segala kegiatan.

 

3.2.6 Gerak Kecubung

Gerak kecubung dilakukan dengan gerakan memutar. Sehingga manusia dituntut untuk setiap aktivitas yang dilakukan tidak meninggalkan tujuan akhir dari kehidupan yaitu kematian. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia dituntut untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai mahluk Tuhan dalam arti melaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhi semua larangannya.

 

3.2.7 Gerak Tafakur

Tafakur adalah gerakan yangdiambil dari cara kita berserah kepada yang Maha Kuasa. Banyak menyesuaikan diri dan menyerah dengan kepercayaan akan membawa akibat yang baik, sehingga jika berbuat atas dasar pikiran sehat dan berhati-hati dapat dipastikan bahwa setiap peraturan baru dan yang diinginkan terjadi atas berkat pertolongan Tuhan.

 

3.2.8 Gerak Menyumping

Menyumping diambil dari kata cuping yang berarti telinga. Sehingga menyumpingdapat diartikan sebagai kegiatan untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang lain. Gerak menyumping mengajarkan untuk bersopan santun dalam mendengarkan orang.

 

3.2.9 Gerak Siguntang Mahameru

Siguntang mahameru adalah nama bukit tertinggi di kota Palembang. Tempat ini merupakan tempat untuk melakukan upacara keagamaan umat Budha. Dengan kata lain gerak ini menyerukan kita sebagai manusia untuk selalu berserah kepada yang maha kuasa.

 

3.2.10 Gerak Stupa

Stupa menurut kamus besar Bahasa Indonesisa merupakan bangunan dari batu yang bentuknya seperti genta atau bel,biasanya merupakan bangunan suci agama Budha. Sebagaimana manusia dituntut untuk selalu berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Gerakan ini lebih ditujukan untuk member tahu bahwa setiap usaha yang dilakukan individu dapat mendatangkan manfaat baik diri sendiri maupun bagi orang lain. Apapun yang kita lakukan sebaiknya merupakan segala sesuatu hal yang positif sehingga orang lain yang ada di sekitar kita juga merasakan hal yang positif.

 

3.2.11 Gerak Borobudur

Borobudur merupakan tempat beribadah umat Budha, dimana hati dan pikiran kita tertuju kepada sang pencipta. Gerak ini melambangkan sebagaimana manusia dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya, terutama dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalani kehidupan, namun juga harus diiringi dengan doa. Sehingga usaha-usaha yang kita lakukan tetap dalam koridor norma-norma agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

 

3.2.12 Gerak Tolak bala

Tolak bala berarti menolak atau menangkal bahaya, penyakit, atau menolak segala hal-hal yang tidak baik dari diri kita. Jadi gerak ini melambangka n perlindungan diri untuk menghindari hal-hal yang tidak baik. Dalam hal ini, fatwa yang menjadi pedoman bagi masyarakat Palembang mengatakan bahwa “Peliharakan dirimu dari perbuatan dan perkataan yang menyalahi syariat” (Nawiyanto,2016:61). Sehingga dalam hal ini wanita harus menjaga kehormatan diri, sehingga sudah sepantasnya mendapatkan perlindungan lebih, dimana di dalam masyarakat Pelembang lebih banyak dipingit di dalam rumah daripada beraktivitas di luar rumah.

 

 

 

  

BAB IV

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Tari Tanggai merupakan tari penyambutan tamu yang ada  di Kota Palembang. Tari Tanggai mencerminkan masyarakat Palembang yang ramah dalam menyambut tamu. Tari Tanggai dibawakan oleh para perempuan yang berjumlah ganjil, dikarenakan salah satu penari menjadi primadona dan membawa tepak berisi sekapur sirih yang diberikan kepada tamu kehormatan. Tari Tanggai terinspirasi dari salah satu bentuk adat yang ada di Palembang yaitu adat rasan tuo. Adat rasan tuo merupakan perjodohan yang dilakukan oleh para orangtua dengan cara berembuk untuk anak laki-lakinya. Oleh karena itu Tari Tanggai tidak ditarikan oleh laki-laki, tetapi ditarikan oleh para perempuan. Busana yang digunakan  dalam Tari Tanggai ada tiga, yaitu Aesan Gede, Aesan Gandik, dan Aesan Paksangko.

 

Ketika Tari Tanggai ditampilkan di acara pernikahan, maka busana yang digunakan biasanya Aesan Gandik atau Aesan Paksangko, karena busana Aesan Gede dipakai oleh pengantin. Gerak keseluruhannya ada pada Tari Tanggai mempunyai makna sebagai penyerahan diri manusia kepada sang Pencipta. Gerak yang ada pada Tari Tanggai merupakan gerak-gerak yang mengalir dan menampilkan suasana  keagungan dan kemegahan untuk mengenang pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.

 

3.2  Saran

Ada banyak sekali ilmu dan pembelajaran baru yang dapat diperoleh dari jurnal tentang makna tari tanggai ini. Oleh karena itu, diharapkan agar jurnal ini dapat bermanfaat dalam memberikan ilmu kepada pembaca sekalian. Dengan harapan agar penulis selanjutnya dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang ada dengan konkret dan jelas sehingga dapat lebih memudahkan pembaca dalam mengerti materi yang dibahas.




 

DAFTAR PUSTAKA

 

Langer, SuzanneK. 1988.ProblematikaSeni, diterjemahkan oleh F.X.Widaryanto.Bandung:ASTI.

 

Meri, La. 1986.Elemen-ElemenDasarKomposisi Tari,diterjemahkan olhSoedarsono.Yogyakarta: Lagaligo.

 

Nawiyanto,dkk.201 6.Kesultanan Palembang Darusalam. Jember : JemberUniversity Press.

 

Yugi. 2017. “Tanggai dan Makna”. https://cerdika.com/. 11Maret 2021

 

Redaksi. 2019. “Makna Gerak Tari Tanggai”. http://kitacerdas.com/ . 11Maret 2021

 

Munawir Khairil. 2019. https://www.sekolah007.com/2020/04/reaksi-pembakaran-dalam-kimia.html. 11Maret 2021

 

Anonim. 2020. “Tari Tanggai”. https://id.wikipedia.org/wiki/Hidrokarbon. 11Maret 2021



Continue reading Makna filosofis gerak tari tanggai

keunikan seni senjang MuBa

 Keunikan Seni Senjang di Kabupaten Musi Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan

Kartika Devina Putri

SMA Negeri Sumatera Selatan

Palembang, Sumatera Selatan, 30252,

Telp. 0711 753 9549, Fax. 0711 753 9766

e-mail: kartikadevina17@gmail.com 

ABSTRAK

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keunikan dan potensi Budaya Senjang terhadap Budaya Nusantara serta mengetahui tingkat pengenalan masyarakat wilayah Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang. Budaya Senjang merupakan budaya yang lahir di Kabupaten Musi Banyuasin, wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Budaya Senjang mempunyai bahasa penyampaian asli daerah asalnya. Hingga dengan sekarang, Budaya Senjang masih dapat ditemukan di daerah Musi Banyuasin. Namun, popularitas Budaya Senjang terus tergerus seiring dengan lahirnya budaya modern dan canggihnya zaman. Menurut hasil survei terhadap masyarakat wilayah Sumatera Selatan dengan penggunaan sampel Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan Jurusan IPA dan IPS dengan jumlah sampel 60 Peserta Didik dari berbagai daerah di wilayah Sumatera Selatan, hanya mengenai angka 38% peserta didik yang mengenal Budaya Senjang sebagai salah satu budaya yang ada di wilayah Sumatera Selatan. Sedangkan sisanya, masih belum mengetahui adanya kebudayaan Senjang di wilayah Sumatera Selatan. Padahal, budaya ini memiliki ciri khas yang unik dan menarik. Ciri khas Budaya Senjang tidak dapat ditemukan di budaya atau tradisi lisan daerah lainnya. Hal yang paling menonjol dari Budaya Senjang adalah irama dan lantunan musiknya. Kedua hal ini, menjadi kunci keunikan kebudayaan Senjang. Kebudayaan Senjang juga memiliki keunikan dalam penyampaian kepada masyarakat atau penonton, yakni menyampaikan dengan menggunakan bahasa daerah Musi yang kental akan bahasa melayu lama. Akan tetapi, Semua keunikan yang melekat di Budaya Senjang tidak akan berarti apapun jika budaya ini tidak dikenal oleh bangsanya sendiri maupun masyarakat global. Maka diperlukan partisipasi dari berbagai pihak, agar Budaya Senjang tetap ada hingga kapanpun.

Kata Kunci : Senjang, Budaya, Unik, Irama, Musik


BAB I PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang Penelitian

Budaya merupakan jiwa suatu bangsa, tak terkecuali Bangsa Indonesia. Budaya yang lahir dan berkembang di Indonesia dapat dikategorikan melimpah dengan keberagaman yang ada. Hasil dari kerjasama BPS dan ISEAS (Institute of South Asian Studies) merumuskan bahwa terdapat sekitar 633 suku yang diperoleh dari pengelompokan suku dan sub suku yang ada di Indonesia. Ribuan pulau yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu ciri bahwa negara ini merupakan negara dengan keragaman suku dan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Setiap kebudayaan yang ada di Nusantara memiliki ciri khasnya masing-masing. Kebudayaan tersebut lahir dan berkembang di tiap wilayah nusantara, salah satunya di wilayah Sumatera Selatan.

Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah Kabupaten/Kota sebanyak 17 Kabupaten/Kota (BPKP Sumsel, 2021). Wilayah dengan padat penduduk ini memiliki keberagaman budaya yang lahir dari tiap pelosok kehidupan di Sumatera Selatan. Mayoritas kebudayaan yang lahir di Sumatera Selatan memiliki pengaruh dari kebudayaan budaya melayu (Alimin, 2018). Budaya-budaya yang lahir di tiap wilayah Sumatera Selatan belum banyak mengalami pertukaran internal kebudayaan daerah. Hal ini menyebabkan ketidaktahuan masyarakat suatu daerah terhadap kebudayaan daerah lain walaupun budaya tersebut berasal dari satu kesatuan wilayah yang sama. Salah satu contohnya adalah Budaya Senjang yang berasal dari Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Budaya Senjang merupakan bentuk kesenian tradisional berupa sastra tutur (pantun) yang disajikan dalam bentuk nyanyian yang berirama. Senjang berasal dari kata kesenjangan yaitu permasalahan yang timbul di masyarakat sebagai efek dari respon kepada pemerintah yang mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat, sehingga menimbulkan gap atau jurang dalam wilayah tersebut. Kesenian asal Musi Banyuasin yang disebut dengan Senjang ini memiliki keunikan dalam alasan penamaan budaya, yakni terletak pada saat Senjang itu sendiri ditampilkan. Akan terlihat bahwa syair dari penyanyi dan musik asli Senjang akan tidak saling bertemu seperti umumnya sebuah lagu. Artinya saat syair lagu dinyanyikan, maka musik akan berhenti, begitupun sebaliknya saat musik dimainkan, maka penyanyi akan diam, sehingga kedua sisi ini tidak bisa saling bertemu (Sukma, 2020). Keunikan Budaya Senjang tentu menghiasi keberagaman budaya Sumatera Selatan. Namun, tidak semua masyarakat Sumatera Selatan mengetahui salah satu budaya asli Musi Banyuasin ini. Hal tersebut sesuai dengan data survei yang dilakukan terhadap peserta didik kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan terkait pengetahuan mereka mengenai Budaya Senjang. Dengan menggunakan sampel data sebanyak 60 peserta didik yang berasal dari berbagai daerah di wilayah Sumatera Selatan, didapatkan bahwa hanya 38% peserta didik kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan yang mengetahui adanya Budaya Senjang di wilayah Sumatera Selatan. Sedangkan 62% peserta didik lainnya tidak mengetahui adanya Budaya Senjang di wilayah Sumatera Selatan.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat suatu wilayah terhadap budaya yang ada di daerah wilayahnya sendiri. Faktor-faktor tersebut harus diminimalisir untuk mencegah ketenggelaman budaya khas suatu daerah. Cagar Budaya Senjang harus dapat diperkenalkan kembali ke generasi milenial zaman sekarang, agar tidak pernah pudar seiring dengan berkembangnya zaman. Akan sangat disayangkan jika budaya khas nusantara ini tenggelam dikarenakan semakin modernnya gaya hidup masyarakat

Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Keunikan Seni Senjang di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan” sebagai salah satu solusi peningkatan kualitas kebudayaan nusantara terkhusus Budaya Senjang.

 

1.2.   Alasan Penelitian

1.      Keterkenalan Budaya Senjang yang hampir tenggelam di Masyarakat Sumatera Selatan.

2.  Keunikan cagar Budaya Senjang yang harus dilestarikan hingga kapanpun, karena merupakan budaya asli nenek moyang Indonesia.

 

1.3.   Rumusan Masalah Penelitian

1.      Bagaimana Tingkat Pengetahuan Masyarakat Wilayah Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang?

2.      Apa Keunikan dari Cagar Budaya Senjang?

3.      Bagaimana Potensi Budaya Senjang untuk Budaya Nusantara?

1.4.   Tujuan Penelitian

1.    Mengetahui Tingkat Pengetahuan Masyarakat Wilayah Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang.

2.      Mengetahui Keunikan Cagar Budaya Senjang.

3.      Mengetahui Potensi Budaya Senjang bagi Budaya Nusantara.


BAB II METODE PENELITIAN

2.1.   Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan survei dan wawancara serta literature review dengan penggunaan jurnal-jurnal referensi. Menurut Sugiyono (2007: 1) metode penelitian kualitatif adalah Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, survei kuesioner, dan jurnal. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri yang berupa rubrik wawancara, rubrik survei kuesioner, dan jurnal. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini terdiri dari rubrik wawancara dan rubrik survei kuesioner. Wawancara dilakukan dengan seorang narasumber yang berprofesi sebagai guru kesenian asal Sekayu, Musi Banyuasin yang bernama Ibu Yessi Misuadi Ningsih, S.Pd. Adapun pengambilan data kuesioner ditujukan kepada peserta didik kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan yang berasal dari berbagai daerah di wilayah Sumatera Selatan. Sedangkan data sekunder yang akan digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah jurnal-jurnal penelitian sebelumnya. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

2.2.   Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kediaman peneliti dengan menggunakan media penelitian berupa jurnal, aplikasi zoom dan google formulir. Adapun waktu penelitian dimulai pada tanggal 3 Maret 2021 sampai dengan 14 Maret 2021

2.3.   Tahapan Penelitian

Diagram Penelitian dalam penelitian ini meliputi:



BAB III PEMBAHASAN

3.1.   Hasil dan Pembahasan Penelitian

3.1.1.   Survei Tingkat Pengetahuan Sampel Masyarakat Wilayah Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang

Survei ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat wilayah Sumatera Selatan terhadap salah satu kebudayaan yang ada di daerah wilayah Sumatera Selatan. Dalam penelitian, pengambilan sampel data masyarakat wilayah Sumatera Selatan yang digunakan adalah sampel data terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan dengan jumlah sampel sebanyak 60 peserta didik jurusan IPA dan IPS. Sampel data terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan digunakan sebagai sampel sederhana pada pengujian awal penelitian dengan mencakup jaringan satu wilayah kesatuan yakni Sumatera Selatan.

Berikut data persentase Tingkat Pengenalan Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang. 

Dari data survei diatas, didapatkan bahwa 62% Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan tidak mengenal Budaya Senjang. Sedangkan sisanya sebanyak 38% Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan sudah mengenal Budaya Senjang. Jika diperhitungkan dalam jumlah satuan, maka akan didapatkan data seperti pada tabel berikut ini:

Hasil data dari survei menunjukkan bahwa tingkat pengenalan Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang masih sangat rendah. Hal tersebut menyimpulkan bahwa perkembangan dan pelestarian dari Budaya Senjang terhadap masyarakat wilayah Sumatera Selatan sampai saat ini masih sangat minim. Faktor ketidaktahuan masyarakat wilayah Sumatera Selatan terhadap salah satu budaya yang lahir di daerah Musi Banyuasin ini diantaranya karena faktor internal dalam diri masyarakat ataupun faktor eksternal dari kebudayaan Senjang. Kedua faktor tersebut menjadi penyebab rendahnya pengetahuan masyarakat wilayah Sumatera Selatan terhadap Budaya Senjang. Sampai saat ini, beberapa bentuk pelestarian Budaya Senjang terhadap lingkungan masyarakat luas belum dapat dilakukan dan diimplementasikan secara universal. Hal itu dikarenakan, banyaknya budaya di setiap daerah yang harus dipertahankan dan dikembangkan terlebih dahulu di daerah asal budaya tersebut, dibandingkan harus melestarikan budaya daerah lain. Pemaksaan untuk melestarikan budaya terhadap daerah lain, bukanlah langkah yang tepat, karena Indonesia memiliki beribu budaya asli khas daerah masing-masing. Namun hal ini bukan berarti budaya setiap daerah tidak bisa dikembangkan terhadap daerah lain. Akan tetapi, budaya daerah lain dapat tetap dilestarikan diikuti dengan pelestarian dan perkembangan budaya asli suatu daerah.

3.1.2.      Sejarah Budaya Senjang

          Tradisi lisan Musi atau Budaya Senjang digunakan sebagai salah satu hasil dari kebudayaan suku Musi yang hadir sebagai media berkomunikasi masyarakat Musi yang hidup di daerah pedalaman. Daerah Musi Banyuasin memiliki sejumlah ekspresi budaya yang bersifat tradisi lisan (Ardiansyah, 2016:76). Daerah kabupaten Musi Banyuasin khususnya Sekayu mempunyai banyak kebudayaan yang berupa tradisi lisan yang ada di dalam kehidupan masyarakat Musi Banyuasin salah satunya adalah senjang (Gafar, 1989:12). Senjang lahir dari hasil kebiasaan masyarakat yang hidup di daerah Talang. Penduduk di daerah talang cenderung memiliki karakteristik yang sangat mencolok mulai dari cara berbicara, adat istiadat dan juga tata cara hidup mereka sehari-hari. Dari daerah talang, Senjang baru menyebar ke daerah Sekayu dan sekitarnya karena Sekayu merupakan daerah renah. Daerah talang yang disebutkan di dalam ini adalah daerah sungai Keruh. Dari daerah inilah Senjang pertama kali lahir yang dilihat dari topografi daerahnya. Awal pertama kali Senjang masuk ke daerah renah (daerah Sekayu) adalah ketika masyarakat talang menyampaikan Senjang di balai desa lewat sistem seperti pantun sehingga masyarakat renahpun ikut bersenjang. Hal tersebut menyebabkan Senjang menjadi sebuah hiburan baru di masyarakat renah sehingga budaya renah di Musi Banyuasin sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, masyarakat Musi Banyuasin memiliki tipikal masyarakat talang dikarenakan komunikasi antara masyarakat renah dan talang (Peeters, 1997:38).

3.1.3.      Keunikan Budaya Senjang

       Budaya Senjang merupakan tradisi lisan turun temurun masyarakat asli Musi Banyuasin. Berdasarkan hasil wawancara bersama narasumber, seni lisan Senjang merupakan cara berkomunikasi dengan memanfaatkan musik-musik khas Musi Banyuasin. Budaya Senjang disampaikan secara berpasangan di acara-acara penyambutan besar seperti pembukaan acara ulang tahun Musi Banyuasin (MUBA EXPO), Festival Randik Musi Banyuasin, acara ulang tahun sekolah, atau bahkan acara penyambutan tamu-tamu penting Musi Banyuasin yang berkunjung ke daerah Musi Banyuasin. Budaya Senjang dapat disampaikan oleh siapapun, dengan tanpa batasan usia. Syarat khusus untuk menjadi penyampai Budaya Senjang diantaranya mengerti irama dan nada Budaya Senjang, dapat menyampaikan isi Senjang dengan baik, memiliki vokal suara yang cukup, serta memiliki rasa yang kuat dalam penyampaian senjang apabila disampaikan secara berpasangan. Irama Senjang yang berbeda dengan jenis irama lagu-lagu lainnya, membuat penyampai Senjang harus bisa memahami irama dan nada saat Senjang disampaikan. Struktur teks Budaya Senjang sangat menyerupai pantun yang berisi lebih dari empat baris dan memiliki rima yang sama. Isi senjang yang disampaikan biasa berupa nasihat berlapis lelucon dengan menggunakan bahasa daerah Musi. Nilai keunikan dari Budaya Senjang terletak pada musik khas yang tidak berubah dari awal adanya senjang hingga sampai sekarang.

3.1.4.      Potensi Budaya Senjang terhadap Budaya Nusantara

Senjang hadir dalam kebudayaan masyarakat Musi Banyuasin sebagai salah satu pengingat agar masyarakat bangga akan kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang.


 Gambar 3.1 Penampilan Senjang di salah satu Festival Kesenian Muba(Sumber: Jeger. 2019)

Para leluhur masyarakat Musi Banyuasin juga menginginkan agar kebudayaan tersebut tidak hilang tergerus zaman dan perkembangan teknologi yang pesat, karena pada zaman sekarang kaum muda sudah kurang menjaga dan mengetahui tradisi-tradisi yang ada di setiap daerah. Terlebih lagi, terdapat kasus terkait daerah yang sudah meninggalkan tradisi di daerahnya karena kurang dilestarikan. Budaya Senjang tidak memiliki kesamaan spesifik dengan budaya-budaya lainnya. Budaya Senjang sangatlah jauh berbeda dengan paduan suara yang biasa tampil di ajang-ajang nasional hingga internasional. Singularis Budaya Senjang dibawakan dengan pembawaan bahasa daerah Musi Banyuasin, diikuti dengan gerakan tarian dan musik khas seni Senjang. Bahasa daerah Musi merupakan alat komunikasi keseharian masyarakat Musi Banyuasin. Bahasa yang akan membuat para pendengarnya merasa tertarik untuk terus mendengarkan bahasa yang cukup unik ini. Pada awalnya, bahasa daerah Musi Banyuasin memang akan sulit dimengerti oleh masyarakat luas karena bahasa daerah ini merupakan bahasa daerah yang pastinya tidak memiliki kesamaan yang persis dengan bahasa daerah lain. Penampilan yang digunakan oleh penyampai Senjang pun sangatlah unik dan memiliki nilai tersendiri dibandingkan budaya-budaya nusantara lainnya. Nilai Budaya Senjang yang sangat unik, realistis, menarik, serta memiliki daya tarik terhadap minat masyarakat luas membuat Budaya Senjang ini dapat menjadi salah satu kunci budaya nusantara dengan berbagai potensi budaya yang dimiliki oleh Budaya Senjang dari segi internal budaya.

1.1.   Manfaat

1.      Memperkenalkan Budaya Senjang kepada pembaca.

2.      Dapat dijadikan sumber informasi dalam bidang kebudayaan yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

3.      Sebagai media penyaluran ide sekaligus melestarikan kebudayaan.

4.      Referensi penelitian bagi peneliti selanjutnya terkait Budaya Senjang.

1.2.   Saran

1.     Dilakukan penelitian lebih mendalam terkait Budaya Senjang dari sumber-sumber lain yang dapat dikemukakan terkait Kebudayaan Senjang.

2.     Melakukan observasi ke wilayah Musi Banyuasin khususnya ke tempat seniman-seniman asli Musi Banyuasin untuk mendapatkan informasi lebih mendalam terkait Senjang.

3.      Meneliti dari sisi lain Budaya Senjang terhadap masyarakat luas terkait sisi sosial, politik, hukum, serta sisi penghibur Budaya Senjang.

1.3.   Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tingkat popularitas masyarakat wilayah Sumatera Selatan masih sangat rendah.  Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus pada kebudayaan Senjang dari berbagai pihak, guna mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan Kebudayaan Senjang yang ada di Indonesia, khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin.

Tradisi Lisan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia dimana pada setiap tradisi lisan terdapat ciri khas dan nilai kearifan lokal dari setiap daerah yang terdapat di Indonesia. Selain itu, Kebudayaan Senjang memiliki keunikan nilai kebudayaan yang dapat memberikan potensi untuk kebudayaan nusantara hingga dapat mengharumkan nama bangsa ke penjuru dunia. Keunikan ini sangatlah menonjol jika dapat diperlihatkan dan diperkenalkan ke seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan pelestarian Budaya Senjang secara berkelanjutan, terutama bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan.



DAFTAR PUSTAKA

Alimin. 2018. Menggali Kearifan Lokal Sumatera Selatan Melalui Pedestrian Jalan Jendral Sudirman. Palembang : Universitas PGRI Palembang.

Ardiansyah, Arif. 2016. “Pemanfaatan Tradisi Lisan Senjang Musi Banyuasin Sumatera Selatan Sebagai Identitas Kultural”. Dalam PEMBAHSI. Volume 6, Nomor 1, November 2016. (79-94). 2016. “Identitas Budaya Pada Teks-Teks Lisan Senjang Musi Banyuasin Sumatera Selatan”. Dalam LANGEL UNJ. Noermanza, dkk (Ed). Jakarta: Universtas Negeri Jakarta.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera Selatan. 2021. Profil Provinsi Sumatera Selatan, tersedia di: http://www.bpkp.go.id/sumsel/konten/1111/profil-Provinsi-Sumatera-Selatan.bpkp diakses pada tanggal 6 Maret 2021

Gaffar, Zainal Abidin. 1989. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Depdikbud.

Jeger, Wendi. 2019. Senjang-Festival Randik 2018. Diakses dalam youtube https://www.youtube.com/watch?v=fkDIsoAZTmo .

Peeters, Jeroen. 1997. Kaum Tuo-Kaum Mudo Perubahan Relegius di Palembang 1821-1942. Jakarta: INIS.

Sugiyono. 2007. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukma, Irawan. 2020. Pergeseran Fungsi Kesenian Senjang Pada Masyarakat Musi Banyuasin Sumatera Selatan; “Antara Tradisi Dan Modernisasi Dalam Arus Globalisasi”. Ogan Komering Ulu Timur: STKIP Muhammadiyah OKUT.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 


Continue reading keunikan seni senjang MuBa