Rabu, 11 Agustus 2021

ANALISIS EKSISTENSI TRADISI NGOBENG DI PALEMBANG

 

ANALISIS EKSISTENSI TRADISI NGOBENG DI PALEMBANG

 

 


Disusun oleh :

 

1.     Siti Ummi Kaltsum (0041570816) XI MIPA 1

2.     Zerlinda Elvaretta (0040774413) XI MIPA 1

3.     Latifah Ainun Hasanah (004229425) XI IPS

 

Guru Pembimbing : Erpadellah, S.Pd

 

 SMAN SUMATERA SELATAN 2021




DAFTAR ISI


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

BAB I......................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN....................................................................................................................... 3

1.1.  Latar Belakang............................................................................................................... 3

1.2.  Rumusan Masalah........................................................................................................... 4

1.3.  Tujuan............................................................................................................................. 4

1.4.  Manfaat........................................................................................................................... 4

1.5.  Urgensi Penelitian........................................................................................................... 4

BAB II........................................................................................................................................ 5

METODE PENELITIAN............................................................................................................ 5

2.1.  Teknik Pengumpulan Data.................................................................................................. 5

2.3.1. Observasi................................................................................................................... 5

2.3.1.  Penyebaran Angket.................................................................................................... 5

2.3.2.  Kajian Literatur.......................................................................................................... 5

2.2.  Lokasi dan Waktu........................................................................................................... 5

BAB III...................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................... 6

3.1.  Hasil Penelitian............................................................................................................... 6

3.1.1.  Sejarah dan Pengertian Ngobeng................................................................................ 6

3.1.2.  Periode Eksistensi Ngobeng....................................................................................... 7

3.1.3.  Penyebab Lunturnya Eksistensi Ngobeng di Era Globalisasi...................................... 7

3.1.4.  Cara Mengembalikan Eksistensi Budaya Ngobeng.................................................... 8

BAB IV..................................................................................................................................... 10

PENUTUP................................................................................................................................ 10

4.1.  Kesimpulan.................................................................................................................... 10

4.2.  Saran dan Rekomendasi............................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 11



BAB I 

PENDAHULUAN

       1. I  Latar Belakang

        Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain, yang melakukan kebiasaan kebiasaan secara terus menerus dan dikembangkan sehingga menjadi sebuah kebudayaan.Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan - kemampuan serta kebiasaan - kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

        Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai budaya, hal itu disebabkan Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa dan berbagai wilayah. Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan warisan budaya. Berbagai wilayah di daerah Sumatera Selatan memiliki beragam budaya, mulai dari tarian, musik, makanan, dan pakaian. Walaupun kaya akan warisan budaya, ada beberapa dari warisan budaya di Sumatera Selatan yang mulai tergerus arus globalisasi. Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Sebagai ibu kota provinsi, perkembangan kota Palembang mengalami perkembangan globalisasi terpesat.

        Sejalan dengan makin pesatnya arus globalisasi, banyak sekali tradisi-tradisi yang hampir punah dan telah ditinggalkan oleh masyarakatnya, sebagai contoh tradisi menghidangkan makanan bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya yang sering dikenal dengan istilah tradisi Ngobeng.Tradisi Ngobeng saat ini telah banyak ditinggalkan oleh masyarakatnya khususny kalangan anak muda masih merasa asing. Padahal, dalam tradisi Ngobeng sendiri banyak sekali nilai-nilai kearifan lokal yang masih relevan untuk menjawab isuproblematika yang dihadapi masyarakat saat ini seperti isu disintegrasi, radikalisme dan terorisme, yang berujung pada perpecahan di masyarakat. Kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi ngobeng diantaranya mengajarkan nilai persatuan, tata cara berkomunikasi dalam interaksi sosial, saling menghormati, membentuk karakter gotong royong dan saling membantu.


1.2.  Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud dengan ngobeng dan bagaimana sejarahnya?

2.    Bagaimana periode eksistensi ngobeng?

3.    Apa penyebab lunturnya eksistensi ngobeng di era globalisasi?

4.    Bagaimana cara untuk mengembalikan eksistensi ngobeng di era globalisasi?

1.3.  Tujuan

1.   Memahami budaya ngobeng dan sejarahnya.

2.   Mengetahui periode eksistensi budaya ngobeng.

3.   Mengetahui penyebab lunturnya kebudayaan ngobeng.

4.   Mengembalikan eksistensi budaya ngobeng di era global 


1.4.  Manfaat

Manfaat dari penelitian ini dapat memahami sejarah lahirnya dan perkembangan budaya ngobeng di Palembang yang mulai terkikis oleh globalisasi. Serta penulis harap dapat melestarikan kebudayaan tersebut dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari- hari.

        1.5.  Urgensi Penelitian

Penulis ingin menganalisis awal mula budaya ngobeng dan penyebab runtuhnya kebudayaan tersebut di tengah era globalisasi serta mencari tahu aksi yang tepat untuk melestarikannya. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah punahnya tradisi ini.


BAB II
METODE PENELITIAN

2.1.  Teknik Pengumpulan Data

2.3.1. Observasi

Penulis melakukan pengamatan atau obseervasi terhadap eksistensi kebudayaan ngobeng di Palembang, serta mengamati tingkah serta pola masyarakat. Informasi ini kemudian dijadikan sebagai acuan dalam menulis jurnal.

2.3.1.  Penyebaran Angket

Penulis menyebarkan angket melalui media google form untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang mengetahui, menyaksikan atau melaksanakan tradisi ngobeng.

2.3.2.  Kajian Literatur

Penulis mencari jurnal-jurnal serta artikel terkait yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam menulis jurnal. Jurnal serta artikel yang diambil dipetik dari sumber yang terpecaya.

2.2.  Lokasi dan Waktu

Sehubungan dengan kondisi pandemi serta menaati anjuran dari pemerintah, lokasi pembuatan jurnal serta penelitian adalah tempat tinggal masing-masing penulis. Jurnal ini resmi dibuat pada 14 Maret 2021 serta penelitian dilakukan pada 11 Maret – 14 Maret tahun 2021.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1.  Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh dari setiap rumusan masalah, yaitu :

3.1.1.  Sejarah dan Pengertian Ngobeng

Ngobeng (atau yang juga dikenal dengan istilah ngidang) adalah salah satu tradisi asli masyarakat Palembang dalam menjalani kebersamaan. Tradisi ini biasa dilakukan pada saat ada acara sedekahan, pernikahan dan lain sebagainya. Ngobeng sendiri dilakukan dengan cara bersusun berdiri secara shaf, dengan mengoper (maksudnya dari satu orang ke orang berikutnya) makanan/hidangan ke tempat makan acara sedekahan. Tujuannya agar makanan cepat sampai ke tempat yang disediakan dan beban orang yang mengangkat makanan akan lebih ringan. Akan tetapi ngobeng hanya bisa kita temui di tempat acara sedekahan yang tamunya makan secara hidangan (duduk lesehan, satu hidangan 8 orang).

Makanan yang disajikan dalam budaya ngobeng adalah makanan asli Palembang, seperti daging malbi, nasi kuning, sambal nanas, ayam kecap, sayur dan beberapa makanan lainnya. Selain itu beberapa lauk pauk yakni opor ayam, kemudian "pulur”, yang terdiri dari buah-buahan dan acar.

Dalam budaya ngobeng, ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk pauk harus berdampingan dengan pulur. Hal ini dilakukan agar tata krama para tamu saat bersantap terjaga. Dengan syarat itu, artinya tamu tidak perlu menggerakkan tangan terlalu jauh untuk menjangkau piring lauk. Ini juga sesuai syariat Islam yang mengajarkan tamu untuk menjaga perilakunya. Kegiatan ini juga disebut dengan besaji yaitu menghidangkan makanan dan beringkes (merapikan semua kebutuhan). Dengan cara seperti ini juga akan menciptakan suasana yang penuh dengan keakraban dan kekeluargaan. (Zanariah : 2019)

Dalam tradisi ngobeng juga biasanya selalu mendahulukan hidangan untuk yang lebih tua usianya atau tingkat strata sosialnya lebih tinggi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghormati tamu yang usianya lebih tua atau tingkat strata sosialnya lebih tinggi.

Tradisi ngobeng telah ada sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Namun, sebenarnya tradisi ini berasal dari Arab. Bedanya, jika dalam budaya Arab semua hidangan


dijadikan satu, sementara dengan cara Palembang sendiri lauk-pauk semua terpisah tidak dijadikan satu. Di Palembang, kebudayaan ini masih melekat di daerah Tangga Buntung, 13- 14 Ulu yang masih mempertahankan tradisi tersebut ditengah kemajuan zaman.

3.1.2.  Periode Eksistensi Ngobeng

Ngobeng populer pada tahun 80 hingga 90-an. Dulunya, ngobeng selalu dilaksanakan jika ada acara seperti pernikahan, syukuran, sedekahan, khitanan dan lain sebagainya. Namun, sejak era globalisasi, ngobeng sudah sangat jarang terdengar.Tradisi ini tergerus dimakan zaman dan terhempas oleh akulturasi budaya datangan. Padahal, tradisi ngobeng ditetapkan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya sebagai Warisan Budaya Takbenda dengan nomor registrasi 201800614 dan akan didaftarkan ke UNESCO.

Tradisi Ngobeng sudah sangat jarang terlihat bahkan masyarakat asli kota Palembang sudah jarang menggunakan ngobeng dan kambangan dikarenakan faktor kepraktisan dan kemudahan yang diinginkan oleh masyarakat yang berkaitan dengan era globalisasi. Dimana masyarakat modern cenderung sibuk dan bersikap indivudualis. (Susanti : 2019)

Bahkan, berdasarkan hasil angket mengenai pengetahuan tentang tradisi ngobeng yang telah disebarkan penulis sebelumnya, hanya segelintir kaum milenial di Kota Palembang yang mengetahui dan pernah menyaksikan tradisi ngobeng. Mayoritas dari kaum milenial tidak mengetahui apa itu tradisi ngobeng.

Pada era millineal, budaya ini biasanya dilakukan saat mengenang wafatnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada 26 November 1852 yang meninggal saat pengasingan Ternate. Warga Palembang pun sudah tidak banyak lagi yang melestarikan tradisi tersebut. Makanya, budaya ngobeng-ngidang menjadi acara rutin yang diselenggarakan setiap tahunnya.

3.1.3.  Penyebab Lunturnya Eksistensi Ngobeng di Era Globalisasi

Ngobeng dan kambangan sendiri merupakan salah satu budaya kota Palembang yang saat ini mulai tergerus oleh zaman yang diakibatkan oleh globalisasi. Globalisasi menyebabkan mulai beralihnya masyarakat dari tata cara makan tradisional ngobeng dan kambangan ke prasmanan yang didukung oleh sikap masyarakat yang menginginkan kepraktisan. Adapaun faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan yaitu karena adanya penemuan/inovasi baru yang bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat, kemudian


dikarenakan adanya penyebaran unsur kebudayan dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya dan dikarenakan adanya akulturasi.

Dalam penulisan ini kami telah melakukan sebuah penelitian guna memperkuat argumen kami mengenai ngobeng dan kambangan yang mulai tergerus oleh zaman. kami melakukan sebuah observasi dengan mewawancarai dan literasi digital. Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan banyak warga yang tidak mengetahui tentang ngobeng dan kambangan. Kami mencocokan hasil ini dengan beberapa alasan yang disampaikan yang mengatakan bahwa ngobeng dan kambangan ini sendiri saat ini sudah sangat jarang terlihat bahkan masyarakat asli kota Palembang sudah jarang menggunakan ngobeng dan kambangan dikarenakan faktor kepraktisan dan kemudahan yang diinginkan oleh masyarakat yang berkaitan dengan era globalisasi. Dimana masyarakat modern cenderung sibuk dan bersikap indivudualis.

Ternyata yang menyebabkan ngobeng dan kambangan ini mulai tergerus oleh zaman selain karena adanya globalisasi juga disebabkan oleh faktor-faktor lainnya diantaranya yakni Faktor Ekonomi dimana biaya yang digunakan untuk acara ngobeng dan kambangan sendiri memakan dana yang cukup besar dikarenakan biaya yang cukup besar ini masyarakat memilih alternatif lain yang biayanya lebih murah dan hemat selain faktor ekonomi yang menyebabkan ngobeng dan kambangan ini mulai tergerus oleh zaman juga disebabkan oleh faktor dari masyarakatnya itu sendiri dimana Orang-orang saat ini sudah tidak mau repot lagi dan serba ingin cepat.

Dampak hilangnya makan ngobeng ini adalah nilai-nilai luhur akhirnya mulai hilang dan tergantikan dengan pola hidup modern yang lebih individualis. Di kalangan anak muda kota Palembang, saat ini tidak banyak yang tahu tentang ngobeng dan kambangan. jikalaupun ada yang tahu, mereka hanya mengetahui namanya saja, namun mereka tidak pernah melihat secara langsung tata cara pelaksanaannya. Sebagian responden yang mengetahui tentang ngobeng dan kambangan menyatakan bahwa mereka mengetahuinya hanya melalui cerita yang disampaikan oleh nenek dan kakek mereka yang telah berusia lanjut. Bahkan orang tua mereka pun sama halnya seperti mereka hanya mengetahui ngobeng dan kambangan ini sebatas cerita saja namun tidak pernah melihatnya secara langsung.

3.1.4.  Cara Mengembalikan Eksistensi Budaya Ngobeng

Ada beberapa cara untuk untuk mengembalikan eksistensi budaya ngobeng. Diantaranya yaitu mengenalkan kebudayaan ini pada generasi milenial. Hal ini karena generasi milenial merupakan generasi yang memegang peranan penting. Generasi ini akan meneruskan


perjuangan generasi-generasi sebelumnya untuk kemudian memberikan contoh serta membuat gebrakan dan inovasi baru untuk generasi selanjutnya.

Cara untuk mengenalkan kepada generasi milenial akan pentingnya menjaga eksistensi budaya ini adalah menyelipkan tradisi ini pada pagelaran kebudayaan. Jadi, tidak melulu soal kesenian, pegelaran kebudayaan bisa menampilkan tradisi-tradisi lokal yang hampir punah. Selain itu, generasi milenial perlu diingatkan akan pentingnya menjaga budaya ngobeng dengan menjabarkan manfaat dari tradisi ini, yaitu menjaga erat silaturahmi, bentuk gotong royong dan kerja sama, serta menjaga tata krama antar tamu.


BAB IV
PENUTUP

4           4.1.  Kesimpulan

    Ngobeng (atau yang juga dikenal dengan istilah ngidang) adalah salah satu tradisi asli masyarakat Palembang dalam menjalani kebersamaan. Tradisi ini biasa dilakukan pada saat ada acara sedekahan, pernikahan dan lain sebagainya. Ngobeng sendiri dilakukan dengan cara bersusun berdiri secara shaf, dengan mengoper (maksudnya dari satu orang ke orang berikutnya) makanan/hidangan ke tempat makan acara sedekahan. Tujuannya agar makanan cepat sampai ke tempat yang disediakan dan beban orang yang mengangkat makanan akan lebih ringan. Akan tetapi ngobeng hanya bisa kita temui di tempat acara sedekahan yang tamunya makan secara hidangan (duduk lesehan, satu hidangan 8 orang). Makanan yang disajikan dalam budaya ngobeng adalah makanan asli Palembang, seperti daging malbi, nasi kuning, sambal nanas, ayam kecap, sayur dan beberapa makanan lainnya. Selain itu beberapa lauk pauk yakni opor ayam, kemudian "pulur”, yang terdiri dari buah-buahan dan acar. Budaya ini eksis pada tahun 80 hingga 90-an. Namun, budaya ini kini telah tergerus oleh zaman dan beragam budaya datangan.

4.2.  Saran dan Rekomendasi

Diharapkan pembaca dapat memetik manfaat dari jurnal ini. Terutama para generasi muda sang penerus bangsa, diharapkan dapat melestarikan budaya-budaya Indonesia yang kini hampir punah. Tak hanya Ngobeng, namun juga ribuan tradisi lainnya. Pelihara tradisi ini mulai dari sekarang dan teruskan sampai ke generasi selanjutnya hingga tradisi ini tetap terjaga. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?


DAFTAR PUSTAKA

Muntaha, S., & Feny, M. (2019, November 26). Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya Palembang. IDN Times Sumsel. Dipetik Maret 14, 2021, dari https://sumsel.idntimes.com/travel/journal/feny-agustin/ngobeng-ngidang-tradisi- kesultanan-darussalam-jadi-budaya-palembang/4

Susanti, H. d. (2019). NGOBENG DAN KAMBANGAN : WARISAN BUDAYA YANG MULAI TERGERUS ARUS GLOBALISASI . SEMINAR NASIONAL SEJARAH IV, 62-64.

Tamaddun. (2019). Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, 48.

Trisnawati, L. (2019, November 27). Tradisi Ngobeng Atau Ngidang. Diambil kembali dari Tribun Sumsel Wiki: https://tribunsumselwiki.tribunnews.com/2019/11/27/tradisi- ngobeng-atau-ngidang

UWBTB, A. (2018). Warisan Budaya Takbenda : Ngobeng. Diambil kembali dari Kemdikbud: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=614

0 komentar:

Posting Komentar