Jurnal Menyingkap Budaya Sedekah Bumi Oleh Masyarakat Kabupaten
Musi Rawas
Disusun Oleh :
Devi Triansyah (XI.Science 2)
Faiza Rahma Rufaidah (XI.Social)
Guru Pembimbing : Erpadellah S.
Pd.,
SMA NEGERI SUMATERA SELATAN
DAFTAR ISI
ABSTRAK 1
PENDAHULUAN 2
a. LATAR BELAKANG PENELITIAN 2
b. URGENSI PENELITIAN 2
c.
TUJUAN PENELITIAN 2
METODE PENELITIAN 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
1. HASIL PENELITIAN 4
2. TUJUAN UPACARA SEDEKAH BUMI 5
3. PELAKSANAAN UPACARA 6
4. KESIMPULAN 6
5.
SARAN/REKOMENDASI 7
BIOGRAFI NARASUMBER 7
DAFTAR PUSTAKA 8
Abstract
Keywords—Sedekah Bumi, Musi Rawas District.
Abstrak
Salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih ada hingga saat ini dan mendarah daging serta menjadi rutinitas masyarakat Jawa di Kabupaten Musi Rawas setiap tahun adalah 'sedekah bumi'. Pendekatan sistematis literature review (SLR) digunakan dalam makalah ini untuk membuat jurnal berbasis budaya jawa dan aktivitas yang masih ada di kabupaten Musi Rawas. Bagi masyarakat Jawa yang berprofesi sebagai petani di tempat transmigrasi yaitu Musi Rawas, tradisi ini sudah menjadi ritual tahunan. Tradisi 'Sedekah bumi' bukan hanya rutinitas yang dilakukan setiap tahun, namun tradisi ini memiliki makna yang dalam dan sudah mendarah daging di masyarakat Jawa. Oleh karena itu, hingga saat ini masyarakat Jawa masih menjalankan tradisi “sedekah bumi” dan menjadikannya identitasnya dalam tingkah laku sehari-hari. Tradisi Sedekah bumi dilaksanakan setahun sekali dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan antara individu dengan nenek moyang atau dengan alam dan merupakan wujud kearifan lokal berupa upacara atau tradisi yang merupakan wujud komunikasi antara manusia dengan alam.
Kata kunci—Sedekah Bumi, Kabupaten Musi Rawas
1. PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Penelitian
Suku Jawa mempunyai beragam kebudayaan yang tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu contoh dari berbagai ragam kebudayaan Jawa itu adalah sedekah bumi. Seperti ragam kebudayaan Jawa lainnya, sedekah bumi adalah kebudayaan yang sedikit banyak bermuatan nilai-nilai animisme dan dinamisme yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan para pendahulu masyarakat Jawa. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini sebenarnya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia. Setelah masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia mengakibatkan akulturasi, yaitu percampuran antara kedua kepercayaan (Badrika, 2006: 121).
Budaya sedekah bumi ini juga tersebar di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Budaya ini bisa tersebar dikarenakan pada jaman dahulu pemerintah melakukan transmigrasi besar-besaran dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Alhasil, masyarakat Jawa pun tersebar ke pulau Sumatera dengan membawa budaya-budayanya dan kebanyakan menetap disana.
Pada Masyarakat di daerah Kabupaten Musi Rawas, Sedekah Bumi dikenal sebagai tradisi leluhur yang harus dijalankan sebagai warisan yang menjadi kekayaan budaya masyarakat. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, sedekah bumi adalah rutinitas tahunan masyarakat Desa Dwijaya. Masyarakat pada dusun yang didominasi oleh petani tersebut melakukan rangkaian upacara sedekah bumi yang pelaksanaannya sama seperti yang dijalankan oleh para leluhur, tetapi mengalami beberapa perubahan kecil. Kini, sedekah bumi menjadi ajang berkumpul atau silaturahim sesama masyarakat, karena di acara itu warga makan bersama. Selain itu, sebagai bentuk rasa syukur atas segala anugerah Tuhan yang mahakuasa.
b. Urgensi Penelitian
Jurnal ini dibuat oleh penulis dalam rangka sebagai bukti tertulis tentang pewarisan budaya rakyat Musi Rawas yang harus tetap dilestarikan. Hal ini dapat dilihat dari Esensi dan minat masyarakat yang kian berkurang. Sehingga penulis yakin, bila jurnal ini dapat menjadi alasan mendasar mengapa budaya Sedekah Bumi di Bulan Suro Masyarakat Musi Rawas harus tetap dilaksanakan.
c. Tujuan Penelitian
Menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca tentang keragaman Budaya di Kabupaten Musi Rawas yang harus tetap dilaksanakan. Serta mencari tahu dan menyingkap lebih lengkap tentang budaya Sedekah Bumi di Bulan Suro Masyarakat Musi Rawas langsung dari sumbernya.
2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif ini dapat digunakan untuk meneliti suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2003: 54). Pendapat lain mengungkapkan pula bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang langsung pada saat ini atau masa lampau (Syaodih, 2005: 54). Untuk itu, tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan yang sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003: 54). Dalam hal ini penulis menggambarkan fakta-fakta atau suatu keadaan tentang budaya perayaan sedekah bumi di Dusun 2, Desa G2 Dwijaya, Kecamatan Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Penelitian
ini menggunakan jenis data kualitatif yang menyangkut data-data tentang
masalah-masalah yang akan dibahas, yakni budaya upacara sedekah bumi. Sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dari
Narasumber di sekitar, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen (Moleong,
2006:157). Adapun jenis datanya di bagi kedalam kata-kata dan tindakan, sumber
data tertulis, foto, dan statistik (Moleong, 2006: 157). Dari keempat jenis
data tersebut, jenis data yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah
jenis data kata-kata dan tindakan serta sumber data tertulis sebagai pendukung.
Sumber data tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber
dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, 2006: 159). Secara
dominan, tulisan ini menggunakan data tertulis berupa buku dan jurnal ilmiah.
Adapun teknik pengumpulan bahan dalam penelitian ini sesuai dengan teknik
pengumpulan data yang berlaku dalam penelitian kualitatif, yaitu dengan cara
observasi, wawancara, studi dokumentasi dan triangulasi (Sugiono, 2005: 63).
Tanggal/Waktu/Tempat |
Pertanyaan Interview |
Jawaban Narasumber |
13 Maret 2021 Pukul 12.05-12.35 Desa G2 Dwijaya |
Apa
itu budaya Sedekah Bumi bagi Masyarakat Musi Rawas ? |
"Sedekah
Bumi itu adalah adat kebiasaan bersedekah
menyambut bulan suro atau 1 Muharram." |
Kenapa
diberi nama Sedekah Bumi ? |
"Karena
Sedekah Bumi merupakan sedekah tahunan yang diadakan setiap bulan Suro untuk
pembersihan desa tersebut dari kekotoran ulah manusia." |
|
Apa
tujuan dari budaya Sedekah Bumi bagi masyarakat Musi Rawas ? |
"Pencegahan
dari segala bahaya/bencana dan memohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu 1.
Untuk petani agar padinya terhindar dari gagal panen. 2. Untuk yang punya
kendaraan biar dijauhkan dari kecelakaan. 3. Untuk pedagang supaya
dagangannya laku." |
|
Bagaimana
bisa budaya Sedekah Bumi yang berasal dari Jawa bisa sampai di Musi Rawas ? |
"Karena
pada dasarnya kehidupan di Musi Rawas ada suku Jawa. Di zaman Presiden
Soeharto itu orang jawa banyak mengikuti transmigrasi dari pulau Jawa ke
Sumatera dan kebanyakan sih menetap." |
|
Apa
perbedaan dari budaya Sedekah Bumi di Jawa dengan di Musi Rawas ? |
"Jelas
ada, kalo di Jawa lengkap dengan sesajinya, ada tari-tarian nya juga. Kalo di
Sumatera, cuman ikut melestarikan adat Jawa saja." |
|
Kenapa
budaya Sedekah Bumi di Musi Rawas sedikit berbeda dari Sedekah Bumi di Jawa ? |
"Karena
tidak adanya orang Jawa yg mahir untuk melakukan budaya sedekah bumi sesuai
dengan sedekah bumi di Jawa." |
|
Bagaimana
urutan pelaksanaan kegiatan Sedekah Bumi di Musi Rawas ? |
"Pertama-tama
ya kita melaksanakan kenduri terlebih dahulu, setelah itu dilanjutkan dengan
pidato menggunakan bahasa Jawa. Kemudian disambung dengan do'a. Dan kegiatan
terakhir yaitu hiburan wayang" |
|
Apakah
Budaya Sedekah Bumi wajib dilestarikan ? |
"Wajib,
karena merupakan salah satu adat di Indonesia sehingga harus
dilestarikan." |
e.g Tabel Hasil wawancara Terhadap Narasumber
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Istilah sedekah bumi berasal dari bahasa Jawa sedekah desa. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, sedekah mengandung beberapa arti, antara lain: pertama, pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan yang memberi. Kedua, selamatan. Ketiga, makanan (bunga-bunga dsb) yang disajikan kepada orang halus (roh penunggu dsb); arwah-- sedekah yang diadakan untuk menghormati dan mendoakan orang yang meninggal.; -- bumi—selamatan yang diadakan sesudah panen (memotong padi) sebagai tanda bersyukur (KKBI, 2008). Sedekah bumi adalah pemberian kepada bumi. Makna kata sedekah berarti pemberian sukarela yang tidak ditentukan peraturan-peraturan tertentu, baik berkaitan dengan jumlah maupun jenis yang disedekahkan (Bara Wati, 2013: 16).
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas dapat dipahami bahwa secara umum sedekah bumi adalah kegiatan berupa selamatan atau pemberian kepada bumi sebagai wujud rasa syukur yang dilaksanakan sesudah panen. Dalam tradisi budaya Jawa khususnya masyarakat Musi Rawas Sumatera Selatan, sedekah bumi ini diartikan dengan sebuah perayaan adat sebagai bentuk rasa syukur masyarakat. Masyarakat tinggal di muka bumi. Mereka bercocok tanam juga menggunakan bumi (tanah) sebagai medianya, sehingga bisa memanen hasil bumi yang melimpah. Karena itu mereka merasa perlu melakukan sedekah bumi sebagai bentuk rasa terima kasih mereka kepada bumi. Selain itu, sedekah bumi juga sebagai bentuk rasa syukur atas keselamatan dan segala rezeki yang diterima masyarakat selama tinggal di bumi (Triyanto, 2013: 57).
2. Tujuan Upacara Sedekah Bumi
Dalam sejarah budaya Jawa, pelaksanaan upacara sedekah bumi berawal dari tradisi pemujaan terhadap roh halus atau penghormatan kepada leluhur. Sedekah bumi dilaksanakan oleh masyarakat dalam kaitannya untuk memberi persembahan kepada arwah leluhur atau penguasa jagat. Dalam pandangan orang Jawa-Hindu sedekah bumi merupakan persembahan terhadap Dewi Sri atau dewa kesuburan (Ashari, 2001: 62). Sedekah bumi menunjukan adanya kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme, yakni keyakinan terhadap adanya kekuatan lain di luar diri manusia berupa roh atau dewa yang mampu mempengaruhi dalam kehidupannya (Ashari, 2001: 62).
Maksud dan tujuan pelaksanaan sedekah bumi ini adalah untuk mencari keselamatan hidup, dengan cara melaksanakan selametan bersama-sama pada setiap bulan Sura (Jawa) atau Muharram dalam sistem kalender Hijriyah. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan pola pemikiran dan budaya masyarakat, tujuan pelaksanaan sedekah bumi ini, di kebanyakan lokasi yang penduduknya muslim, mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Bagi masyarakat Dusun – Kabupaten Musi Rawas, pelaksaaan sedekah bumi juga merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, walaupun praktik pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan tradisi awal (Triyanto, 2013: 51).
Sepadan dengan ungkapan di atas, hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan sedekah bumi adalah adanya motivasi untuk mencari ketenangan batin dan keyakinan adanya kekuatan lain di luar manusia, baik roh halus atau arwah leluhur maupun sesuatu yang ghaib lainnya. Oleh karenanya, diperlukan penghormatan dengan cara melaksanakan sedekah bumi. Dalam hal ini sedekah bumi dipandang sebagai bentuk rasa syukur masyarakat. Dalam pandangan masyarakat, mereka tinggal di bumi, mendapatkan makan dan minum dari bumi, bercocok tanam juga menggunakan bumi (tanah) sebagai medianya, sehingga bisa memanen hasil bumi yang melimpah, dan mereka melakukan semua aktivitas juga di bumi. Karena itu, mereka merasa perlu melakukan sedekah sebagai bentuk rasa terima kasih kepada bumi. Selain itu, sedekah bumi juga sebagai bentuk rasa syukur atas keselamatan dan segala rezeki yang diterima masyarakat selama tinggal di bumi.
Dengan demikian, maksud dan tujuan pelaksanaan upacara sedekah bumi ini dapat dikatakan, satu sisi sebagai wujud ekspresi masyarakat untuk mendapatkan ketenangan batin dan keselamatan hidup dari berbagai gangguan pengaruh roh halus atau leluhur maupun makhluk ghaib lainnya, di sisi lain sebagai wujud ekspresi kegembiraan (syukur) atas keberhasilan atau keselamatan serta segala rezeki yang diterimanya selama tinggal di bumi.
3. Pelaksanaan Upacara
Upacara sedekah bumi oleh masyarakat Dusun 2 Desa G2 Dwijaya Kabupaten Musi Rawas ini dilaksanakan pada bulan Sura setiap tahunnya. Adapun yang menjadi alasan terpilihnya bulan Sura, karena pada jaman Nabi Nuh, bumi tertutup air oleh banjir bandang. Kemudian air surut dan kehidupan di bumi dimulai lagi. Menurut cerita turun-temurun dari tradisi lisan masyarakat x, Sura adalah bulan surutnya air banjir itu dan sekaligus dimulainya kehidupan lagi di muka bumi (Rastono, 2013: 42).
Kegiatan sedekah bumi masih terus berjalan setiap tahunnya sampai saat ini. Masyarakat percaya bahwa jika sedekah bumi tidak dilaksanakan, ada kekhawatiran tentang keselamatan hidup serta keberhasilan panen, karena dengan tidak melakukan sedekah bumi berarti mereka tidak bersyukur dan tidak melakukan ‘balas budi’ kepada bumi. Namun kepercayaan itu perlahan bergeser. Pada masa kini, masyarakat melakukan rangkaian upacara sedekah bumi semata-mata menjalankan tradisi. Pada kesempatan tersebut masyarakat berkumpul, makan bersama, dan bergembira bersama, sebagai ajang silaturahim (Triyanto, 2013: 107), walaupun paradigmanya sudah berbeda, praktik pelaksanaannya masih tetap sama. Dari berbagai informasi yang dikemukakan di atas, baik yang berkaitan dengan penentuan waktu, aktivitas pada malam hari menjelang pelaksanaan, maupun hari puncak pelaksanaan, di dalamnya terkandung beberapa nilai positif, antara lain:
Pertama, musyawarah. Hal ini terjadi ketika
petinggi adat akan memutuskan hari pelaksanaan sedekah bumi.
Kedua, gotong royong. Dari iuran yang dilakukan
masyarakat menunjukan
adanya
kerjasama dan kekompakkan yang dilakukan warga masyarakat dalam
mempersiapkan
kebutuhan-kebutuhan untuk merayakan sedekah bumi.
Ketiga spiritual-cinta Rasul. Membaca shalawat
kepada Nabi SAW.
Keempat, silaturrahim-kasih sayang. Pertemuan warga
masyarakat dalam rangka berbagi makanan
sekaligus makan bersama merupakan hal yang baik yang dianjurkan dalam Islam. Kondisi seperti ini akan
menumbuhkan kebersamaan, kasih sayang,
saling memaafkan dan pada akhirnya akan menghilangkan unek-unek di antara mereka.
4. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa sedekah bumi merupakan tradisi yang dilakukan sejak dulu. Upacara ini dilaksanakan sebagai bentuk persembahan kepada leluhur dan wujud rasa syukur masyarakat kepada (Pencipta) bumi. Selain itu, sedekah bumi diyakini dapat mendatangkan ketenangan batin warga dan keselamatan bagi sawah dan ladang mereka, karena dengan sedekah bumi tersebut hasilnya akan melimpah.
Pelaksanaan budaya sedekah bumi ini mengandung beberapa unsur yang dapat dipandang sebagai kebaikan, antara lain: terciptanya suasana kebersamaan dan persaudaraan, terciptanya suasana gotong royong dan kerjasama, serta membangun jiwa pengorbanan. Oleh karena itu, Peneliti ingin melestarikan budaya yang indah namun hampir dilupakan di sebagian wilayah di Kabupaten Musi Rawas ini.
5. SARAN/REKOMENDASI
Sebaiknya, tradisi sedekah bumi harus selalu dilestarikan karena merupakan salah satu budaya Nusantara. Tradisi ini juga hanya dilakukan 1 tahun sekali sehingga tidak akan menyulitkan masyarakat. Untuk daerah dimana tradisi ini mulai jarang dilakukan, bisa dilakukan penghimbauan oleh ketua di tempat yang bersangkutan. Topik penghimbauannya bisa berupa mengenai pentingnya tradisi sedekah bumi, manfaat dilakukannya sedekah bumi, ataupun hal-hal yang akan terjadi bila tradisi ini tidak dilakukan. Dengan melakukan hal-hal tersebut, diharapkan tradisi sedekah bumi ini bisa tetap dilestarikan.
BIOGRAFI NARASUMBER
Beliau bernama Jajang Toto. Biasanya
dipanggil Ranto atau Pak Kadus. Pria yang lahir pada 1 Februari 1972 ini
merupakan anak dari pasangan Muhammad Sari dan Rawi. Ia lahir dari keluarga
yang menjunjung tinggi adat istiadat dan dididik untuk bekerja keras sejak
kecil. Ayah dan ibunya merupakan seorang pedagang tahu yang terkenal di
dusunnya. Karena diajarkan untuk berdagang sejak kecil, ia pun dikenal oleh
berbagai orang dan dapat menjalin koneksi dengan banyak orang. Pada tahun
2000-an dimana penjualan karet sedang besar-besarnya, beliau mendirikan tempat
penimbangan karet sehingga ekonominya pun naik secara drastis. Namun pada tahun
2012, ia dirampok. Pada akhirnya, beliau memutuskan untuk membubarkan tempat
penimbangan karetnya tersebut dan memilih untuk maju menjadi Kepala Dusun Desa
Dwijaya. Sebagai Kepala Dusun, Ia pun secara aktif mengurus seluruh
permasalahan di dusunnya, salah satunya yaitu mengenai upacara adat.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Imam. 2001. Upacara Sedekah Bumi
di Kabumen [Skripsi]. Yogyakarta:
Jurusan Sejarah dan kebudayaan Islam IAIN Sunan Kalijaga.
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Bara Wati, Herliya. Pengaruh dan Nilai-Nilai Pendidikan Upacara Sedekah Bumi
Terhadap
Masyarakat. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Jawa UMP. Vol.2 No. 4 2013.
Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosdakarya.